Album Permainan Tradisional Anak
Mata Kuliah Permainan Anak (PDW2336)
Permainan
Pathok Lele Sebagai Sarana Untuk Meningkatkan Ketangkasan Anak dan Kecerdasan
Intrapersonal
Oleh:
Yohanes Sigit Tri
Wahyudi (131134036)
Septri
Anggreani Timaria (131134180)
Desti
Listyaningsih (131134186)
Rosaliana Wahyu
S. Dewi (131134189)
Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2014
1.
Latar Belakang Pengembangan Permainan
Bermain
merupakan sebuah kegiatan yang sangat akrab dengan kehidupan manusia khususnya
anak-anak, karena dengan bermain anak dapat mengekspresikan diri serta dapat
mengeksplor pengetahuan, potensi serta kreativitas dalam diri anak. Melalui
permainan pula sikap dan kepribadian anak akan terbentuk.
Permainan tradisional adalah aktivitas yang dilakukan
secara spontan, tanpa paksaan, tanpa didesak oleh rasa tanggung jawab ataupun
tertentu, mendatangkan rasa gembira, dalam suasana yang menyenangkan
berdasarkan tradisi yang ada dilingkungan, biasanya dilakukan dengan
menggunakan bahasa daerah. Banyak
orang bilang, masa anak-anak adalah masa paling indah, masa penuh ceria bersama teman-teman sebaya.
Bermain, bercanda, tertawa, berekspresi bebas, menikmati indahnya dunia ala
anak-anak tanpa
intrik dan tipu muslihat. Polos,
jujur, lugu, apa adanya, tanpa rekayasa. Dunia anak-anak bak surga dalam siklus
kehidupan manusia. “Indah
untuk dikenang, namun sayang tak bisa diulang”.
Di Era
Globalisasi ini, permainan tradisional hampir tidak dikenal lagi oleh anak-anak
karena mulai tergeser oleh permainan
modern yang lebih canggih dan menarik. Anak lebih sibuk sendiri dengan gadget,
laptop dan alat-alat elektronik lainnya yang membuat anak individualistis dan
tidak mau bersosialisasi dengan teman-temannya. Hal tersebut juga
menyebabkan kesenjangan sosial, misalnya
anak yang berasal dari kalangan ekonomi atas akan bermain dengan anak-anak yang
sederajat yang mempunyai alat-alat elektronik dan permainan-permainan modern
terbaru. Berbeda dengan anak yang berasal dari ekonomi bawah, mereka belum
tentu bisa memiliki alat-alat yang canggih berisikan permainan-permainan
modern.
Hal itu sangat
memprihatinkan, ketika anak diminta untuk menyebutkan macam-macam permainan
tradisional anak merasa kesulitan bahkan hampir tidak mengetahui berbagai macam
permainannya. Mereka buta akan pengetahuan permainan tradisional, padahal
permainan tradisional sangat membantu anak untuk bersosial, berinteraksi serta
memiliki teman yang lebih banyak. Meskipun di daerah pedesaan kita masih sering
menemukan anak-anak bersama teman-temannya, tetapi bukan untuk bermain permainan
tradisional. Mereka justru akan memilih untuk bermain playstation, ke warung
internet, atau hanya nongkrong di pinggir jalan. Kita tidak akan menemui
anak-anak yang sedang bermain petak umpet, kelereng, dakon, dll. Seharusnya
anak-anak lah yang semestinya melestarikan permainan-permainan warisan nenek
moyang pada zaman dahulu.
Kelompok kami
memilih permainan tradisional pathok lele/benthik karena permainan ini
mengutamakan kerjasama antar siswa, mengasah keterampilan dan ketangkasan serta
melatih motorik anak. Kami
melihat bahwa anak-anak zaman sekarang
lebih cenderung asik dengan dunianya sendiri sehingga interaksi sosialnya
dengan teman sebaya sangat kurang. Maka dari itu kami ingin memperkenalkan kembali permainan
tradisional patok lele yang dapat memacu anak untuk bersosialisasi dan bekerja
sama dengan teman lain. Permainan ini akan dimodifikasi
dengan menambahkan soal dari beberapa
mata pelajaran sebagai sarana
belajar agar anak tidak merasa bosan. Kami berharap dengan adanya permainan tradisional ini
materi pelajaran akan lebih mudah tersampaikan dan anak merasa senang dalam
belajar tanpa rasa terpaksa. Melalui permainan tradisional ini pula anak juga
nantinya akan mengetahui beraneka ragam permainan tradisional yang mungkin
selama ini hampir dilupakan dan sama sekali tidak dimainkan oleh anak zaman
sekarang.
2.
Deskripsi Permainan
Permainan
tradisional Pathok Lele
merupakan permainan masyarakat kampar yang juga populer dibeberapa wilayah di
Indonesia termasuk Sumatera Barat. Permainan ini
berkembang di daerah lampung yang berasal dari bahasa Sunda berarti
memukul lele. Lele mempunyai kepala agak keras sedang di samping kiri dan
kanan ada sejenis tajil. Jadi sebelum dijadikan lauk-pauk terlebih dahulu
dengan jalan memukul/mematok kepala ikan itu. Timbul inspirasi masyarakat untuk
menciptakan permainan patok
lele ini.
Permainan ini dilakukan oleh anak remaja maupun orang dewasa, baik laki-laki
atau perempuan biasanya lebih dominan dilakukan anak laki-laki. Permainan ini
dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Permainan ini sudah ada sejak dulu
sebagai peninggalan nenek moyang kita.. Sarana
permainan sebidang tanah yang cukup luas memanjang. Peralatan dua potong kayu
atau rotan ukuran ± 15 cm dan 45 cm atau secara umum adalah kayu/rotan yang
pendek sepertiga dari kayu/rotan yang panjang, dan tanpa iringan musik. Pemain
adalah anak-anak dalam bentuk dua regu.
Di Jawa Tengah dan Yogyakarta permainan ini disebut benthik. Kayu/rotan pendek
disebut anak (Jawa,
Yogya = janak); kayu/rotan
panjang disebut umak (Jawa, Yogya = jabon).
Melalui
permainan ini terdapat materi pelajaran yang dikaitkan antara lain PJOK,IPS,PKn
dan Matematika. PJOK mencakup pada KD 4.3 mempraktikan kombinasi pola gerak
dasar lokomotor untuk membentuk gerakan dasar atletik jalan cepat dan lari yang
dilandasi konsep gerak melalui permainan dan atau olahraga tradisional dengan
indikator mempraktikkan permainan tradisional dengan teknik bermain yang benar.
IPS mencakup KD 4.5 menceritakan manusia dalam dinamika interaksi dengan
lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi, indikator yang ingin dicapai
menjelaskan nilai-nilai yang dipelajari pada saat mempraktikkan permainan
tradisional yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Materi Pkn
mencakup KD 3.4 Memahami arti bersatu dalam keberagaman di rumah, sekolah dan
masyarakat dengan indikator menjelaskan perilaku yang sesuai dengan sila-sila
Pancasila dalam bentuk tulisan. Kemudian materi matematika mencakup KD 3.3
Memahami aturan pembulatan dalam membaca hasil pengukuran dengan alat ukur
dengan indikator melakukan pembulatan dengan menggunakan alat ukur.
v Pemain
Permainan ini dilakukan berkelompok (beregu). Setiap regu harus memiliki anggota yang
jumlahnya genap dan setiap regu harus imbang (jumlah anggotannya), bisa 2-5
pasang(4-10 orang). Usia antara 7-15 tahun, tetapi permainan ini juga bisa
dilakukan oleh orang dewasa.
v Persiapan Permainan
- Memerlukan lapangan 20 x 20 m
- Di pinggir lapangan dibuat lubang bentuk memanjang dengan
ukuran 10 x 4 cm dan dalamnya 4 cm.
- Kayu/janak ukuran 15 cm
- Kayu/jabon ukuran 45 cm
v Aturan
Permainan
- Jumlah pemain harus sama atau seimbang
- Pemain dilarang berbuat curang
- Pemain yang kalah harus mengakui kekalahan dan bersikap
sportif
v Jalannya
permainan
Sebelum permainan dimulai regu diundi (suit)
untuk menentukan regu yang main dan regu yang jaga. Setelah diundi, maka
pemenang undian memulai (regu A) dan yang kalah (regu B) sebagai penjaga.
Permainan terdiri dari 3
tahap :
1. Ngungkil – mencongkel, kayu lele
ditaruh melintang dekat ujung lubang yang menghadap lapangan permainan,
kemudian dengan menunduk pada lubang, si A memegang pangkal kayu patok, lalu
sekuat tenaga ia mencongkel kayu lele tersebut ke muka di mana B bersiap-siap
menyambut pada jarak 15 meter di depan A. Bila B tidak berhasil menangkap kayu
lele, maka A tetap bermain. A menaruh kayu patok melintang di atas lubang dan B
melempar kayu patok tersebut dengan kayu lele. Kalau lemparan B berhasil maka A
dinyatakan mati, lalu B yang bermain.
2. Ngetok (memukul beberapa kali) A
berdiri dekat lubang memegang pangkal kayu patok dan kayu lele ditaruh di
atasnya dalam keadaan seimbang. Sambil berjalan menjauhi lubang, A menyentakan
ke atas kayu lele tadi, kemudian disambut dengan pukulan kayu patok ke atas
lagi dengan pukulan yang perlahan-lahan agar dapat disambutnya kembali dengan
pukulan. Semakin sering kayu lele tersebut dapat disambut dengan
pukulan-pukulan ke atas kembali adalah semakin baik. Sementara itu B berusaha
merebut untuk menyambut kayu yang terlontar ke atas itu, apabila B berhasil
menyambutnya permainan A dinyatakan mati, kemudian digantikan oleh B sementara
B mendapat nilai atas tangkapannya.
3. Matok artinya memukul kayu lele pada
lubang. Bila pada tahap kedua (ngetek) A belum berhasil mendapat nilai yang
disepakati sedang permainannya belum mati, maka dilanjutkan dengan permainan
tahap matok. Matok disini dimaksudkan adalah memukul kayu lele dengan
diletakkan pada lubang permainan, dimana kayu lele tersebut sebagian berada
dalam lubang yang disandarkan miring kea rah depan lapangan permainan sedang
yang sebagian lagi berada di luar lubang. Kayu yang di luar lubang inilah yang
harus dipukul sehingga kayu lele tersebut melambung keatas, kemudia A harus
dapat memukul kembali. Bila kayu dapat disambut B maka permainan A dinyatakan
mati sebagaimana tahap-tahap sebelumnya. FOTO!!!!!
Kemudian dari permainan tahap I
sampai tahap III dihitung jumlah nilai yang didapat, bila nilai telah mencapai
ketentuan permainan, maka ia dinyatakan sebagai pemenang. Permainan dilakukan 1
orang sedang grup penjaga dilakukan oleh semua anggota. Apabila pemain pertama
mati, maka diganti pemain berikutnya dalam grup itu sampai semua mendapat
giliran.
3.
Manfaat Permainan
Manfaat yang dapat diambil dari Permainan Patok lele/benthik adalah:
·
Dengan
permainan ini dapat melatih ketangkasan dan motorik kasar anak, dalam memukul
tepat sasaran dan menangkap.
·
Melalui
permainan ini anak juga dapat belajar berhitung
·
Permainan
ini menyenangkan sekaligus dapat melatih
kewaspadaan
·
Dengan
permainan ini dapat membentuk sikap ksatria untuk mengakui keunggulan lawan.
·
Dari
permainan ini pula anak dapat belajar untuk mengatur strategi agar tim dapat
menang
·
Melatih
kerjasama antar anggota dalam satu tim
·
Dengan permainan ini siswa dapat melatih
ingatan dan ketepatan dalam menjawab soal.
·
Dengan permainan patok lele ini, siswa
semakin peduli dengan keberadaan permainan tradisional yang dapat mereka
mainkan setiap waktu senggang.
4.
Materi
yang diacu atau diajarkan
5.
Kartu
soal dan kartu jawab
No
|
Soal
|
Jawaban
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
|
Sebutkan bunyi sila pertama !
Sebutkan bunyi sila ke 2 !
Sebutkan bunyi sila ke 3 !
Sebutkan bunyi sila ke 4 !
Sebutkan bunyi sila ke 5 !
Sebutkan contoh sikap yang
mencerminkan sila pertama !
Sebutkan contoh sikap yang
mencerminkan sila ke 2 !
Sebutkan contoh sikap yang
mencerminkan sila ke 3 !
Sebutkan contoh sikap yang mencerminkan sila ke 4 !
Sebutkan contoh sikap yang
mencerminkan sila ke 5 !
Sebutkan nama ibu kota provinsi
Sumatera Selatan !
Sebutkan tarian dari daerah
Kalimantan Barat !
Sebutkan tarian dari daerah
Lampung !
Sebutkan tarian dari daerah Maluku
Utara !
Sebutkan tarian dari daerah
sulawesi Tengah !
Sebutkan nama ibu kota dari provinsi
Bali
Sebutkan nama ibu kota dari Nusa
Tenggara Timur !
|
- Ketuhanan yang Maha Esa
-
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
-
Persatuan Indonesia
-
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan
-
Keadilan Sosial bagi Seluruh Raykat Indonesia
-
Berdoa sebelum memulai pelajaran
-
Tidak membeda-bedakan teman
-
Melaksanakan tugas piket kelas
-
Musyawarah untuk mencapai mufakat
-
Berlaku adil terhadap orang lain
-
Palembang
-
Tari Monong
-
Tari Jangget
-
Tari Perang
-
Tari Lumense
-
Denpasar
|
6.
Refleksi
7.
Penutup
Permainan
tradisional hampir hilang seiring perkembangan zaman yang semakin modern
ini, dengan memainkan permainan patok
lele/benthik anak kembali diajak untuk mengenal permainan tradisional yang juga
sebagai sarana modifikasi belajar anak agar anak tidak bosan dengan pelajaran.
Permainan ini dapat melatih kerjasama dengan orang lain dan melatih ketangkasan
pada anak. Melalui permainan ini pula
anak akan belajar berinteraksi dengan orang lain sehingga kecerdasan intrapersonalnya
akan semakin berkembang dan terciptalah persatuan.
Daftar referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar